Posts

Feni Husna Alfiani: Support System untuk Menjalankan Bisnis sambil Bekerja Penuh Waktu

Husna Alfiani atau yang akrab disapa Feni ialah co-founder dari Maraca Books and Coffee, yang terletak tepat di pusat Kota Bogor. Konsep dari kafe ini adalah sebuah tempat ngopi yang dipadukan dengan koleksi buku-buku dari berbagai genre. Konsep tersebut diusung untuk menjaring pelanggan yang tersegmentasi; senang ngopi dan senang membaca. Kebetulan “maraca” sendiri berasal dari bahasa Sunda yang berarti “membaca bersama-sama”. Konon di kota Bogor belum ada tempat ngopi yang bisa meminjamkan buku (untuk dibaca di tempat) dalam satu tempat yang sama; dari situlah Feni terdorong untuk membangun usahanya.

Usaha tersebut ia rintis bersama dengan suami dan teman semasa SMA-nya. Husna membagi ceritanya mengenai tantangan dan hambatan dalam memulai bisnisnya. Saat memulai bisnis, uang menjadi tantangan dan hambatan tersendiri. Meski tidak banyak, modal yang dikeluarkan harus terus berputar. Sebab para karyawan yang bekerja menggantungkan penghasilannya pada usaha tersebut. Kemudian penting juga baginya belajar mengelola waktu, energi, dan sumber daya.

Ketika pandemi datang, coffee shop serupa Maraca sangat terdampak. Dengan kebijakan pemerintah seperti pembatasan kapasitas yang hanya boleh 50% dan penyesuaian jam operasional, penjualan pun menurun dan banyak hal yang perlu disesuaikan. Hal lain yang harus disesuaikan adalah administrasi; kontrak para karyawan, jam operasional, dan skema THP (take home pay) harus turut berubah. Selain itu, cashflow perlu diatur sedemikian rupa karena kapasitas coffee shop dibatasi hingga 50%.

Agar usaha tersebut dapat terus berjalan, Feni dan rekan bisnisnya sedikit beralih untuk menjual sembako, tokonya ia beri nama Toko Iboek dan melayani penjualan via Instagram dan marketplace. Toko sembako ini rupanya dapat membantu pemasukan dan membuat coffee shop yang ia rintis terus berjalan walau tertatih. Karena di masa pandemi ini, belanja kebutuhan pokok secara online rupanya menjadi salah satu alternatif guna mengurangi mobilitas.

Selain memiliki bisnis coffee shop dan toko groceries online, sebenarnya Feni sehari-hari setiap Senin-Jumat bekerja penuh waktu sebagai seorang karyawan. Feni kemudian membagi kisahnya sebagai seorang ibu, istri, pekerja, dan individu dalam keluarga. Ia adalah ibu yang bekerja penuh waktu dan pengusaha perempuan pertama dalam keluarganya. Di keluarganya, sebagian besar perempuan bekerja, namun belum ada satu pun yang menjadi pengusaha. Hal tersebut menjadi tekanan tersendiri karena ada pandangan dengan kesibukannya, apakah keluarganya dapat terurus? Mengingat Feni bekerja sebagai seorang karyawan dari pukul 09.00-16.00 setiap Senin-Jumat dan memiliki usaha coffee shop.

“Saya sangat beruntung memiliki keluarga dan suami yang tidak pernah membatasi ruang gerak saya sebagai Ibu, istri, dan individu.” Ungkap Feni.

Menurutnya, faktor pola pengasuhan dan latar belakang pendidikan menjadi pengaruh terbesar cara pandang keluarganya. Ia dan suaminya memiliki kesepakatan bahwa hanya ada tiga hal yang tidak bisa dilakukan oleh suaminya sebagai seorang laki-laki, yaitu hamil, melahirkan, dan menyusui. Sehingga mengurus anak dan rumah tangga jelas dapat dikelola bersama. Tidak ada yang bebannya lebih besar dan lebih kecil. Namun, pembagian tugas itu dibagi berdasarkan kemampuannya dan suaminya dalam mengerjakan sesuatu. Misal, Feni lebih baik dalam mengelola keuangan, dan suaminya lebih rapi dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga, maka mereka membagi tugas secara merata sesuai dengan keahliannya masing-masing.

Memiliki support system merupakan hal yang disyukuri oleh Feni. Dengan berbagai kegiatan yang ia jalani, kerap ada pertanyaan-pertanyaan yang muncul, apakah keluarganya akan terurus? Namun, komunikasi menjadi kunci bagi Feni. Ia berusaha berkomunikasi dengan orang tuanya yang juga tinggal dalam satu kota. Ketika tidak ada yang membantu mengasuh anaknya, orang tuanya bersedia hadir mendukung dan membantu keluarga kecil Feni. Suaminya juga saat ini bekerja sebagai seorang freelancer sehingga lebih memiliki fleksibitas jam kerja dibandingkan Feni.

“Terkait komunitas, saya lebih condong pada support system komunitas yang bukan berafiliasi agama.” Ujar Feni. Seperti saat ini, misalnya, Feni cukup aktif sebagai anggota komunitas Ibu Ibu Kota Hujan. Ia juga beberapa kali membuka kelas brush lettering untuk saling berbagi dengan perempuan-perempuan yang memiliki hobi sama. Coffee shop-nya sendiri, saat sebelum pandemi, kerap dijadikan lokasi acara-acara komunitas dengan beragam tema, seperti isu keuangan, parenting, hingga bedah buku.

Karena menurutnya hal tersebut menjadi satu faktor yang membuka sudut pandangnya dan keluarganya mengenai perempuan sebagai individu yang memiliki ruang untuk aktualisasi diri. Ia mendapatkan banyak hal dan pandangan-pandangan yang progresif dari beragam sudut pandang setelah ia menjadi relawan dalam berbagai kegiatan, membuat event, dan lain sebagainya.

Menurut Feni ada hal penting yang perlu digarisbawahi, yaitu menjadi perempuan pengusaha pertama di keluarga besar tidak serta merta membuat keluarganya tidak terurus. Menurutnya itu bisa dia jalani karena Feni dan suami saling bekerja sama sehingga komunikasi terbangun dengan baik dan lebih terbuka. Pembagian tugas dalam mengelola coffee shop terkelola dengan baik, begitu pun dalam mengurus anak dan rumah tangga.

Salah satu hal terpenting dalam menjalani bisnis dan bekerja penuh waktu adalah support system yang selalu mendukungnya. Baik itu berupa komunikasi positif, pembagian tugas domestik yang seimbang antara suami dan istri, juga komunitas Feni yang hadir dari beragam latar belakang sehingga membuatnya dan orang-orang di sekitanya lebih terbuka pada perbedaan dan keragaman.

If it is stupid but it works, it is not stupid”.