Posts

Fenomena Perempuan Bekerja: Antara Wacana dan Realita

Oleh Wa Ode Zainab Z

Apakah streotype negatif akan selalu melekat pada diri perempuan bekerja? Atas nama agama, apakah hak perempuan untuk bekerja dinafikkan?

Judul Buku      : Fikih Perempuan Bekerja

Penulis             : Tim Kajian Rumah Kita Bersama (Rumah KitaB)

Editor              : Lies Marcoes M.A., Nurhadi Sirimorok, M.A.

Penerbit           : Yayasan Rumah Kita Bersama atas dukungan Investing in Women – DFAT 2021

Cetakan           : Cetakan Pertama, 2021

Tebal               : 289 halaman

Mubadalah.id – Fenomena ‘perempuan bekerja’ sesungguhnya bukanlah hal yang baru di Indonesia. Beragam faktor yang melatarbelakangi mereka bekerja; misalnya menopang perekonomian keluarga, membantu pekerjaan suami, bahkan mengaktualisasikan diri. Sangat disayangkan, mayoritas masyarakat masih memandang negatif perempuan bekerja. Terlebih lagi, semakin banyak pendakwah atau publik figur yang menyuarakan pembatasan peran perempuan di sektor publik, termasuk pelarangan perempuan bekerja.

Ajaran-ajaran ‘perumahan’ perempuan tersebut ditopang oleh norma gender dan nilai nilai dominan yang terinternalisasi melalui berbagai lembaga; politik, regulasi, pendidikan, media, dan lainnya. Hal ini bersifat diskriminatif yang secara tersirat mengafirmasi adanya subordinasi terhadap perempuan. Adapun dampak signifikan dari pelarangan perempuan bekerja, yaitu perempuan tidak memiliki hak penuh atas dirinya secara independen.

Sedangkan, apabila perempuan bekerja, maka mereka harus menghadapi ‘beban ganda’ karena tugas domestik dianggap tugas perempuan semata. Di ruang publik pun perempuan harus ekstra berjuang untuk membuktikan bahwa dirinya layak mengemban amanah dan tangguh menghadapi berbagai problematika dalam pekerjaan. Tekanan terberat dihadapi perempuan menikah dan memiliki anak. Mereka akan mendapatkan stigma “bukan perempuan baik-baik” atau “perempuan yang mengabaikan tugas rumah tangganya.”

Perempuan sebenarnya bisa melakukan negosiasi, tetapi hasilnya bergantung pada posisi perempuan bekerja di dalam keluarga. Meskipun, pada akhirnya, perempuan akan dihantui rasa bersalah karena bekerja di luar rumah, yang mana tidak sejalan dengan konsep keluarga ideal di dalam ajaran agama, tradisi, dan budaya. Berdasarkan berbagai problem tersebut, Rumah KitaB memandang urgensi menyediakan bacaan tentang bagaimana Islam berbicara tentang hak perempuan bekerja yang termaktub dalam khazanah pemikiran dan tradisi intelektual Islam; baik merujuk pada kitab-kitab klasik, maupun pandangan kontemporer.

Meneropong Perempuan Bekerja

Buku yang berjudul “Fikih Perempuan Bekerja” merupakan ikhtiar untuk menjawab stereotype negatif terhadap perempuan bekerja, terutama yang berlandaskan pada narasi agama. Rumah KitaB selama beberapa bulan melakukan penelitian mengenai situasi perempuan bekerja secara  kualitatif dan kuantitatif. Adapun tema yang diusung pada studi analisis tersebut yaitu, “Seberapa Jauh Penerimaan Masyarakat atas Perempuan Bekerja.”

Tepatnya pada Agustus-September 2020, Rumah KitaB melakukan studi kuantitatif yang dilakukan di empat lokasi, yaitu Bandung, Bekasi, Depok, dan Jakarta. Studi kuantitatif ini melibatkan total 600 responden, dengan pembagian masing-masing kota 150 responden. Sementara studi kualitatif dilakukan dengan mewawancarai secara mendalam terhadap 18 subyek perempuan dan 1 subyek laki-laki dengan menggunakan pendekatan etnografi feminis.

Kemudian, Rumah KitaB menggelar Focus Group Discussion yang menghadirkan narasumber ahli, para Nyai dan Kiai pengasuh pondok pesantren, serta para pengkaji keislaman klasik dan kontemporer. Peserta kajian lainnya ialah praktisi bidang usaha atau kaum professional yang terhubung dengan para perempuan bekerja, serta beberapa aktivis dan peneliti kajian gender dan feminisme. Tak syak lagi, buku ini begitu komprehensif dalam meneropong fenomena perempuan bekerja dengan berbagai jalan dan pendekatan.

Pada Bab Pertama, membahas peta masalah yang dihadapi perempuan bekerja dalam kaitannya dengan pandangan agama. Bab Kedua, menyajikan upaya rekonstruksi hukum Islam terkait perempuan bekerja yang digali dari realitas kehidupan sehari-hari. Bab Ketiga, menyajikan beberapa metodologi untuk merekonstruksi pandangan keagamaan yang mendukung perempuan bekerja melalui prinsip Maqashid Syariah. Sementara pada Epilog, terdapat berbagai prediksi apabila ajaran perumahan perempuan terus berkembang. Di bagian penutup disajikan tawaran langkah-langkah strategis yang mendukung perempuan bekerja.

Rumah KitaB menawarkan metode Maqasidh Syariah dengan memasukkan analisis gender dan feminisme. Penelitian ini berupaya untuk menyintesakan narasi teks dengan gagasan tentang pemberdayaan perempuan dalam perspektif feminis, yaitu cara pandang kritis berkenaan relasi laki-laki dan perempuan. Alur kerja metodologi Maqasidh Syariah; alur pertama ialah analisis teks, sedangkan alur kedua ialah analisis konteks.

Pada kondisi ini, Maqasidh Syariah diposisikan sebagai jalan keluar mengatasi ketiadaan hukum yang mampu menjadi solusi kemanusiaan melalui proses. Proses pertama, identifikasi persoalan; proses kedua, mengidentifikasi hambatan-hambatan teologis; proses ketiga, mencari pandangan alternatif dari para ulama melalui metode eklektik; proses keempat, dekonstruksi hukum Islam terkait fikih perempuan bekerja melalui pendekatan syariah dan feminisme.

Ikhtiar Jalan Tengah

Buku Fikih Perempuan ini merupakan langkah awal membangun kesadaran masyarakat bahwa perempuan memiliki relasi yang setara dengan laki-laki. Ini merupakan kerja jangka panjang untuk mewujudkan atmosfer yang mendukung perempuan bekerja. Hak perempuan untuk mengaktualisasikan diri dan memiliki akses ekonomi sesungguhnya tak hanya berdampak positif bagi kehidupan perempuan sendiri, tetapi juga bagi keluarga dan masyarakat. Langkah strategis ini seyogyanya disebarkan ke khalayak agar bisa dirasakan manfaatnya, baik melalui kegiatan ilmiah maupun non-ilmiah.

Buku ini diharapkan menjadi acuan bagi scholars dan para pemuka agama untuk membuka akses lebih luas terhadap pandangan keagamaan yang mendukung perempuan bekerja. Sebagaimana misi utama kehadiran buku ini yang mengupayakan pembacaan kembali teks-teks al-Qur’an dan Hadits yang mengafirmasi perempuan bekerja.

Selain itu, buku mengenai fikih perempuan bekerja yang pertama di negeri ini layak dijadikan rujukan pemerintah atau pemangku kebijakan. Tampak adanya ikhtiar Rumah KitaB dengan studi komprehensif dalam meneropong perempuan bekerja melalui berbagai cara dan pendekatan. Pemerintah diharapkan memproduksi regulasi yang mendukung perempuan bekerja, serta mengharuskan penyediaan sarana yang memudahkan perempuan menjalankan peran reproduksinya selama bekerja.

Di lain sisi, perlu kampanye masif yang dilakukan tokoh agama dan tokoh publik untuk mendukung perempuan bekerja. Kemudian, dibutuhkan narasi-narasi positif terhadap perempuan bekerja yang ditayangkan dalam berbagai media atau platform yang menggambarkan perjuangan perempuan bekerja secara positif dan inspiratif. Dalam konteks ini, perempuan bekerja membutuhkan dukungan sosial, politik, dan keagamaan yang bukan hanya menjelaskan bahwa bekerja itu hak bagi perempuan, namun juga menunjangnya adalah kewajiban yang mengikat bagi keluarga, komunitas, lingkungan kerja, dan negara.

Kekuatan buku ini adalah pada koherensi antar bab yang berupaya memotret dan menjawab problematika seputar perempuan bekerja. Selain itu, kehadiran buku ini sangat relevan dengan konteks masyarakat Indonesia, terlepas dari suku, ras, gender, umur dan kondisi fisik. Sehingga, diharapkan melalui buku ini dapat terbangun atmosfer yang mendukung perempuan bekerja agar bisa berperan dalam membangun kesejahteraan keluarga dan bangsa. Selain itu, stereotype negatif terhadap perempuan bekerja perlahan-lahan akan sirna; beralih pada cara pandang yang berkeadilan sebagaimana tercermin pada nilai-nilai agama. []