Posts

Kerja Kaum Perempuan di Kampung-Kampung di Nusa Tenggara Timur

Oleh: Fransiska Filomena Weki Bheri

Sebagai seorang perempuan yang berasal dari Nusa Tenggara Timur, saya sudah terbiasa melihat perempuan-perempuan di sekitar saya bekerja. Saya tidak heran melihat perempuan bekerja macam-macam pekerjaan. Ada yang dibayar, namun lebih banyak yang tidak dibayar. Tapi semuanya butuh waktu, tenaga dan biaya.

Di Desa Nggela, Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, yang merupakan kampung halaman saya, para perempuan bekerja mencari nafkah seperti bertani di kebun dan menenun. Ada juga yang bekerja formal seperti guru, bidan atau aparat desa. Tapi perempuan umumnya mengerjakan banyak hal. Tetangga saya, Ibu Klara Badhe salah satunya.

Mama Klara demikian biasanya dia dipanggil. Umurnya mungkin 56 tahun karena anaknya yang sulung, laki-aki sudah tamat SMP beberapa tahun lalu dan pergi merantau entah kemana. Sehari-hari Mama Klara mencari nafkah dengan menenun. Kadang ia menerima upah menenun atau menenun dengan modal benang yang ia beli sendiri. Setiap hari ia menenun hampir 12 jam diselingi memasak, mengambil air atau mencari kayu bakar.  Selain menenun ia juga mengurus rumah tangga sambil merawat ibunya yang sudah tua yang tinggal bersamanya. Mama Klara bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Sejak beberapa tahun lalu dia menjadi orang tua tunggal setelah suaminya meninggal. Dialah tulang punggung keluarga untuk anak-anaknya dan ibunya.

Sebagaimana perempuan-perempuan lain di kampung kami, Mama Klara juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan kegiatan rohani. Di kampung kami yang mayorias beragama Katolik hampir sepanjang tahun ada kegiatan keagamaan baik kegiatan harian, mingguan atau yang bersifat rutin tahunan. Puncak kesibukan warga kampung saya, seperti warga di kampung lain di NTT adalah Perayaan Natal, Paskah dan Perayaan Bulan Maria.

Perayaan Bulan Maria menurut saya meupakan perayaan yang unik. Tidak semua wilayah yang beragama Katolik seperti di Jawa mengadakan upacara adat seperti ini. Bulan Maria biasanya berlangsung pada bulan Mei atau Oktober sesuai ketentuan Gereja di NTT.  Secara adat pada bulan itu orang mengadakan upacara Devosi. Devosi adalah sebuah upacara penghormatan kepada Bunda Maria dengan cara mengarak patung Bunda Maria dipindahkan dari satu kampung ke kampung lain. Dulu upacara itu dihubungkan dengan saat setelah musim panen. Semua warga akan ikut terlibat dengan kegiatan itu. Meriah sekali di sepanjang jalan di kampung-kampung yang dilalui arak-arakan patung itu. Mereka akan memakai kain tenun yang bagus berjalan menuju desa tetangga sambil mengarak patung. Keiatan itu bisa berlangsung sesorean hingga malam dan selama berhari-hari. Dan jika sedang perayaan Bulan Maria pekerjaan  menenun bisa ditunda atau berhenti sama sekali.

Di luar hari-hari keagamaan dengan komunitas seperti itu, Mama Klara punya banyak kegiatan di komunitas. Ikut kerja membantu tetangga yang akan punya pesta baik perkawinan, kematian atau yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan seperti upacara Sambut Baru. Sambut Baru adalah upacara penerimaan sakramen maha kudus atau biasa juga disebut penerimaan Komuni. Masyarakat Desa Nggela masih sangat lekat dengan tradisi dan kegiatan adat serta agama. Semuanya diikuti dengan patuh oleh warga.

Dengan begitu selain mencari nafkah Mama Klara juga sibuk  dengan kegiatan lainnya. Kegiatan-kegiatan itu memang tidak berbayar, tapi jika Mama Klara punya hajat dia dan keluarganya juga akan mendapat bantuan dari tetangganya. Di bulan tertentu beliau terlibat dalam  kegiatan adat bersama  warga masyarakat lainnya sesuai ayunan musim dan siklus adat/ gereja.  Selain itu Mama Klara  juga aktif di kegiatan gereja seperti mengikuti perayaan Ekaristi, membersihkan gereja, mengikuti ziarah rohani, doa rosario, dan mengikuti latihan koor. Semua kegiatan tersebut dilakukan secara rutin.

Di Desa Nggela mayoritas pekerjaan perempuan sering hanya didata sebagai ibu rumah tangga atau menenun. Para perempuan di desa tersebut sama halnya dengan Mama Klara ternyata sangat sibuk sekali. Selain bekerja sesuai profesi mereka juga mengadakan dan melaksanakan kegiatan lainnya yang ada di kampung. Misalkan  musim tanam dan panen mereka membantu para suami atau tetangganya di kebun. Ada kegiatan adat, gereja, sosial dan pemerintah para perempuan juga ikut andil dalam kegiatan tersebut. Tujuan mereka menjalankan semua kegiatan dan profesi tersebut adalah memenuhi kebutuhan sehari-hari, bersosialisasi, dan menjaga kekerabatan untuk saling membantu mengatasi beban di komunitas. Walaupun berbeda profesi tapi para perempuan di desa selalu mempunyai cara untuk tetap berkumpul seperti mengadakan arisan dan kegiatan upacara-upacara dari kelahiran sampai kematian. Ibu Klara selalu sibuk, hampir tidak ada waktu tersisa yang bisa ia gunakan untuk dirinya sendiri.

Dari cerita Mama Klara, selain menjadi penenun untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, ia juga bekerja 100% di ruang domestik, mengurus rumah, ibunya  dan anak-anaknya. Ia juga bekerja di komunitas, melakukan pelayanan secara adat dan agama, yang kesemuanya tidak dibayar.

Melalui kisah Mama Klara, di momen Bulan Perempuan Internasional ini, sudah semestinya kita mengenali kerja-kerja rangkap yang perempuan lakukan. Mencari nafkah, mengurus anak dan keluarga, ikut dalam kegiatan komunitas atau mengerjakan ketiganya secara bersamaan.Tanpa perannya, mungkin upacara adat, keagamaan, dan mengurus komunitas akan terhenti, karena perempuan-lah yang menjadi penggerak dari segala urusan tersebut. Tanpa adanya rekognisi, takkan ada upaya untuk menanggapinya, dan perempuan akan terus menanggung beban rangkapnya.

Penulis merupakan staf Rumah KitaB dan tulisan ini pertama kali diterbitkan di sini.